Patriot Energi yang Mengabdi di Pedalaman NTT Cerita Damadi Alumni Rumah Kepempinan Angkatan 6

Memperingati Sumpah Pemuda ke-96, Alumni Rumah Kepemimpinan terus menunjukkan perannya dalam membangun bangsa. Salah satu kisah inspiratif datang dari Darmadi atau yang akrab disapa Madi, seorang Alumni Rumah Kepemimpinan Angkatan 6 dari Regional Bandung, yang kini mengabdikan dirinya sebagai kepala sekolah di SMA BIAS Yogyakarta. Namun, kisah pengabdiannya jauh melampaui perannya di institusi pendidikan.

Lulus dari ITB pada tahun 2015, Madi mengambil langkah yang tak biasa. Ketika sebagian besar rekan seangkatannya memilih bekerja di perusahaan besar, Madi justru memilih untuk bergabung dengan *Patriot Energi*, sebuah program yang diinisiasi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan Inisiatif Bisnis Ekonomi Kerakyatan (IBEKA). Sebagai bagian dari angkatan pertama Patriot Energi, Madi ditugaskan di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Di daerah terpencil ini, ia menjalankan tugas yang menantang: menginstalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan memastikan masyarakat mendapatkan akses energi yang layak.

Pengalaman Madi selama di Alor tidaklah mudah. Ia dihadapkan dengan tantangan sosial yang nyata. “Saya belajar banyak soal *social engineering* di sini,” ungkapnya. Masyarakat lokal sempat menaruh curiga pada program ini, dan Madi harus membuktikan diri sebagai bagian dari komunitas. Salah satu cara yang ia tempuh adalah dengan mengajar anak-anak di desa, sebuah langkah yang tidak hanya mendekatkan dirinya pada masyarakat tetapi juga memberikan manfaat langsung kepada generasi muda. Berkat upayanya, Madi berhasil meraih kepercayaan dan bahkan menjadi sosok yang dihormati.

Sebagai bentuk dukungan berkelanjutan, Madi ikut menginisiasi pendirian koperasi lokal untuk mengelola dan merawat PLTS di desanya. Ia juga mencoba menangani masalah air bersih dengan memasang pompa hidram, meskipun proyek ini masih dalam tahap penyempurnaan. “Listrik ini sederhana, tetapi efeknya luar biasa,” kata Madi. Kehadiran listrik memungkinkan anak-anak belajar malam hari, alat-alat rumah tangga digunakan untuk menunjang ekonomi keluarga, dan layanan kesehatan semakin optimal di malam hari.

Madi juga menyaksikan bagaimana toleransi menjadi nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Alor. Sebagai satu-satunya Muslim di desa, ia diterima dengan sangat baik, bahkan diizinkan menggunakan gereja desa untuk beribadah saat itu menjadi tempat paling bersih di sekitar. “Mereka sangat menghormati saya, bahkan sampai menyediakan tempat khusus untuk saya salat,” ungkap Madi, mengenang momen penuh kehangatan itu.

Usai masa tugasnya sebagai Patriot Energi, Madi melanjutkan pengabdian di Yogyakarta. Melalui pendidikan, ia menanamkan nilai-nilai sosial kepada siswa-siswanya, berharap mereka menjadi generasi yang peduli dan berkontribusi bagi masyarakat. Ia pun bermimpi membangun pusat pelatihan Olimpiade gratis bagi anak-anak kurang mampu, mengulang kembali perjalanannya sebagai peraih medali Olimpiade yang mengantarnya ke ITB.

Dalam semangat Sumpah Pemuda, Madi percaya bahwa kolaborasi adalah kunci membangun Indonesia yang lebih baik. “Sumpah Pemuda adalah tentang menemukan titik temu dan bekerja sama,” katanya. Bagi Alumni Rumah Kepemimpinan seperti Madi, perjalanan pengabdian ini bukan sekadar prestasi, tetapi sebuah dedikasi nyata dalam menciptakan perubahan positif bagi masyarakat di seluruh Indonesia.